Kamis, 31 Maret 2016

Bisnis Wedding Catering Makin Menggiurkan

Potensi bisnis wedding catering (katering pernikahan) ternyata cukup menggiurkan mengingat peminat yang cukup tinggi. Bagaimana tidak, setiap pasangan yang hendak menikah pasti mencari paket wedding catering yang sesuai budjet, ternama, apik pelayanannya, serta hasilnya memuaskan. Jika dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, jumlah pasangan yang akan menikah setahun ambil saja 1%, itu berarti potensi bisnis ini meliputi 2,5 juta calon konsumen. Bisnis yang menggiurkan bukan.

Namun, jangan salah, bisnis wedding catering juga makin ketat persaingannya mengingat menjamurnya pemain baru. Tiap daerah pasti memiliki usaha wedding catering tersendiri.

Salah satu perusahaan ternama yang bergerak di bisnis wedding catering adalah Vessa Catering. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa penyedia katering pernikahan dan paket katering pernikahan di Jakarta yang sudah berpengalaman hingga puluhan tahun.

Didukung dengan pemilihan kualitas bahan baku pilihan terbaik serta Quality Control dengan standarisasi khusus untuk menjaga rasa dan kualitas produk. Mutu pelayanan pada penyajian hidangan, lalu dekorasi yang menarik dan tata letak yang mengutamakan detail serta inovatif dalam setiap pergelaran acara.

Selain menyediakan paket pernikahan, Vessa catering juga melayani berbagai keperluan katering untuk berbagai acara seperti ulang tahun, seminar, tujuh bulanan, family gathering dan berbagai acara lainnya.

Dengan pilihan menu cita rasa Indonesia yang khas maupun menu pilihan Western yang beragam serta berkualitas tinggi. VESSA menjawab akan kebutuhan katering pernikahan yang lezat, sehat, dan bermutu tinggi.

Untuk melihat detail paket pernikahan ataupun catering untuk acara anda, silahkan hubungi Vessa Catering atau dengan mengunjungi website vessa catering di vessacatering.com

"Mempersiapkan pesta buat menikah memang harus sabar, detil, dan rajin cari info. Tapi, Vessa Catering bisa menjawab semua kebutuhan kami untuk mengadakan pesta pernikahan yang romantis, elegan dan ribet karena pakai adat Jawa sesuai keinginan orang tua. Rupanya mereka tidak hanya katering pernikahan saja, tapi bisa menyipakan dekorasi, baju adat sampai pemotretan. One stop shopping jadinya deh. Makasih banget ya."

Testimoni Leo & Lia

Rabu, 30 Maret 2016

Mau Tahu Omzet Bisnis Mi Instan Indofood

Omzet bisnis mi instan Grup Indofood yang dimotori PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menembus Rp 20,6 triliun sepanjang 2015. Dengan jumlah tersebut, omzet penjualan mi instan berkontribusi 65% terhadap total penjualan Indofood CBP pada tahun lalu yang mencapai Rp 31,74 triliun.

Anthoni Salim, Direktur Utama dan CEO Indofood CBP Sukses Makmur, menjelaskan perseroan pada tahun lalu membukukan kenaikan penjualan neto konsolidasi sebesar 5,7% menjadi Rp 31,74 triliun dibanding 2014 sebesar Rp 30,02 triliun. Kontribusi penjualan divisi mi instan masih menjadi yang terbesar, yakni 65%, disusul dairy (19%), makanan ringan (6%), penyedap makanan (2%), nutrisi & makanan khusus (2%), dan minuman (6%) dari total penjualan neto konsolidasi.

Laba usaha tumbuh 25,3% menjadi Rp 3,99 triliun dari sebelumnya Rp 3,19 triliun. Margin laba usaha naik menjadi 12,6% dari 10,6%. Laba bersih meningkat 13,5% menjadi Rp 3 triliun dari sebelumnya 2,64 triliun seiring kenaikan margin bersih dari 8,8% menjadi 9,5%.

"Kami senang Indofood CBP berhasil mencatatkan kinerja yang baik pada 2015 di tengah kondisi ekonomi makro yang penuh tantangan. Kami gembira dengan perkembangan ekonomi dalam negeri yang terjadi hingga saat ini dan berharap 2016 akan menjadi tahun yang lebih baik. Namun, kami akan tetap waspada terhadap tantangan baru yang mungkin akan timbul," ujarnya dalam keterangan tertulis.

Indofood Group melalui anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), masih menguasai pasar mi instan di Indonesia, meski persaingan di sektor tersebut makin ketat. Dengan kapasitas produksi mi instan lebih dari 15 miliar bungkus per tahun, Indomie yang diproduksi Indofood CBP menguasai pangsa pasar mi instan nasional sebesar 69,6% pada 2007 dan kemudian naik menjadi 75,2% di 2011 dan terakhir sebesar 74%, menurut riset duniaindustri.com.

Indofood CBP Sukses Makmur merupakan perusahaan yang menerima penggabungan empat perusahaan di bawah Salim Group. Empat perusahaan itu adalah PT Indosentra Pelangi, PT Gizindo Primanusantara, PT Indobiskuit Mandiri Makmur, PT Ciptakemas Abadi. Proses penggabungan empat perusahaan itu dimulai pada September 2009 dan tuntas 17 Maret 2010.

Indofood CBP sendiri memproduksi mi instan dengan sejumlah merek andalan seperti Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie, dan Pop Bihun.

Namun, sejak 2003 dominasi Indofood di pasar mi instan mulai mengalami penurunan dengan hadirnya Mie Sedap milik PT Sayap Mas Utama, anak usaha Wings Group. Penurunan pangsa Indofood di mi instan terlihat pada 2002 pangsa pasanya 90%, kemudian menurun menjadi 75% pada 2003, dan pada 2007 sekitar 73,7% dengan menggabungkan pangsa Indomie, Supermie, Sarimi, dan Pop Mie.

Pada 2005, PT Indofood Sukses Makmur sempat menguasai sekitar 78% pangsa pasar mie instan di Indonesia. Dominasi pangsa pasar tersebut berkurang dari sebelumnya hampir 90% seiring dengan desakan KPPU agar persaingan harga yang lebih sehat. Apalagi, beberapa pendatang baru dalam bisnis mie cepat saji ini pun mulai bermunculan.

Sempat ditarik oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Taiwan ternyata tidak memengaruhi pangsa Indomie maupun Indofood. Perbedaan standar yang ditetapkan di Indonesia dan Taiwan soal penggunaan pengawet Nipagin atau Methyl p-hydroxybenzoate merupakan hal yang umum terjadi sehingga terjadi perbedaan penerapan Codex Alimentarius Commission (CAC) oleh masing-masing negara. melihat hal tersebut, peningkatan penjualan Indomie diyakini akan kembali naik.

Dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan, dominasi produk-produk Indofood Grup (Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie) di pasar mie instan diprediksi masih akan sulit dipatahkan. Sebab, perusahaan pelopor mie instan dan terbesar di dunia itu sudah memiliki brand equity dan cocok dikonsumsi di Indonesia.

Meski begitu, persaingan bisnis mie instan masih akan berkembang karena produsen lain juga melihat peluang besar di sektor usaha ini. Industri mie instan yang memiliki nilai pasar cukup besar pada 2008 lalu diperkirakan mampu menembus Rp15 triliun menarik minat beberapa pemain di luar Grup Indofood dan Grup Wings. Angka ini jelas membuat banyak perusahaan tertarik untuk ikut bersaing di pasar mie instan.

Diketahui, sejak lima tahun terakhir pasar mie instan hanya menjadi arena pertarungan antara Indomie (Grup Indofood) dengan Mie Sedaap (Grup Wings). Keduanya menguasai sekitar 93% dari seluruh pasar mi instan di Indonesia. Sementara sisanya dikuasai sejumlah pemain kecil dalam industri tersebut.

Para kompetitor yang berjumlah lebih dari 84 perusahaan siap menggerus ceruk pasar Indomie. Mie Sedaap belakangan sangat agresif melakukan penetrasi pasar guna merebut porsi Indomie. Alhasil, meski baru muncul pada Mei 2003 Mie Sedaap yang diproduksi PT Sayap Mas Utama (grup Wingsfood) kini berhasil meraih 23,0% pangsa pasar dan membayangi Indomie di posisi kedua.(*)

Sumber: di sini

Senin, 21 Maret 2016

Bread Lovers, Mau Tahu Pasar Industri Roti di Indonesia?

Pasar industri roti di Indonesia cukup besar dengan menawarkan pertumbuhan rata-rata tahunan yang cukup tinggi. Berdasarkan data Euromonitor International, pasar roti di Indonesia pada 2013 diperkirakan mencapai Rp 4,6 triliun atau sekitar 43,2 miliar yen dengan tingkat pertumbuhan rata-rata majemuk tahunan (CAGR) sebesar 13% dari 2008-2013.

Tingginya pertumbuhan itu disebabkan konsumsi roti di negeri ini tergolong masih rendah dibanding negara-negara lain, sehingga menyimpan potensi besar ke depan. Indonesia merupakan salah satu negara Asia dengan konsumsi roti per kapita terendah berdasarkan jumlah & penjualan pada tahun 2010 (1,7 kilogram per tahun per kapita & US$ 1,5 per tahun) dibanding Singapura (14,7 kilogram per tahun per kapita & US$ 31,1 per tahun), Tiongkok (13,1 kilogram per tahun per kapita & US$ 25,2 per tahun), Jepang (9,9 kilogram per tahun per kapita & US$ 34,3 per tahun).

Menyadari hal itu, Ajinomoto Co Inc, produsen bahan makanan asal Jepang, merangsek pasar roti di Indonesia dengan membuat entitas baru. Perseroan melalui anak usahanya, yakni Ajinomoto SEA Regional Headquarters Co Ltd dan Ajinomoto Bakery Co Ltd, akan masuk ke pasar roti Indonesia dengan mendirikan parusahaan baru bernama PT Ajinomoto Indonesia Bakery (ABI) yang akan bergerak di bidang pengembangan, produksi, dan pemasaran roti beku yang dijadwalkan mulai beroperasi pada Agustus 2016.

Menurut manajemen perusahaan seperti dikutip dari situs resmi perseroan, selain untuk mempercepat bisnis bahan makanan di Indonesia, alasan Ajinomoto melakukan ekspansi ke segmen roti di Indonesia antara lain karena Indonesia memiliki jumlah populasi penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% per tahun pada 2010-2014.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, budaya diversifikasi makanan serta konsumsi roti ikut menyebar dengan cepat. “Dengan adanya potensi tersebut, Ajinomoto Indonesia Bakery (ABI) berencana masuk segmen pasar roti di Indonesia dengan memproduksi jenis roti beku bernilai tambah yang sampai saat ini belum banyak diproduksi di Indonesia,” kata manajemen perusahaan dalam situs resminya.

Produk roti yang dihasilkan Ajinomoto Indonesia Bakery nantinya akan dipasarkan di wilayah Jakarta oleh PT Ajinomoto Sales Indonesia dengan target konsumen dari kelas menengah. Dengan ekspansi tersebut, Ajinomoto Indonesia Bakery menargetkan bisa mencapai penjualan bersih sebesar Rp 193,5 miliar atau sekitar 1,8 miliar yen pada tahun fiskal 2020.

Ajinomoto Co merupakan salah satu perusahaan Jepang yang memiliki sejarah panjang bisnis di Indonesia. Perseroan mulai masuk di Indonesia pada 1969 dengan berdirinya PT Ajinomoto Indonesia meluncurkan produk penyedap rasa merek AJI-NO-MOTO. Sejak itu, perusahaan terus berkembang dengan beberapa produk seperti Masako, Sajiku, SAORI, dan Mayumi.

Kehadiran pendatang baru (new comers) Ajinomoto di industri roti akan mengusik market leader di sektor ini. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) dengan brand Sari Roti saat ini masih menguasai 90% pasar industri roti di Indonesia.

Didirikan pada tahun 1995, Nippon Indosari adalah perusahaan manufaktur roti terbesar di Indonesia dengan merek Sari Roti. Saat ini, perseroan memiliki 10 pabrik yang tersebar di dekat kota-kota yang penduduknya banyak. Per September 2014, perseroan tercatat telah memiliki kapasitas produksi sebanyak 4 juta potong per hari atau meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 3,5 potong per hari.

Dalam hal saluran distribusi, 32% produk perseroan didistribusikan melalui toko tradisional atau General Trade (GT) dan 68% melalui Modern Trade (MT). Ekspansi dari MT seperti convenience store dan supermarket memungkinkan perseroan untuk tumbuh lebih jauh. Pada Juni 2014, produk-produk Sari Roti dijual di 20.643 gerai di Indonesia, dengan Indomaret (9.640 gerai) dan Alfamart (8.755 gerai) sebagai kontributor terbesar.(*)

Sumber: di sini

Rabu, 16 Maret 2016

Pencinta Biskuit, Inilah Perusahaan Penguasa Pasar Biskuit di Indonesia

Biskuit lovers, jenis makanan ringan atau cemilan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia antara lain biskuit. Jika kita berbicara tentang biskuit, setidaknya kita harus mengetahui tentang perusahaan-perusahaan yang memproduksinya. Simak yuk penjelasan di bawah ini.

Sedikitnya tujuh perusahaan produsen biskuit dan wafer berkompetisi memperebutkan pasar biskuit dan wafer di Indonesia yang diestimasi sebesar Rp 6,23 triliun tahun ini, menurut penelusuran data duniaindustri.com. Ketujuh pemimpin pasar itu adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Kraft Food Indonesia, PT Arnott’s Indonesia, Grup Orang Tua (GOT), Group GarudaFood, dan Group Khong Guan.

Berdasarkan data duniaindustri.com, pasar biskuit dan wafer di Indonesia tumbuh signifikan dalam enam tahun terakhir, dari Rp 3 triliun pada 2009 menjadi sekitar Rp 6,23 triliun pada 2015. Dalam kategori biskuit dan wafer, ada enam subkategori yakni wafer, assorted biscuit, crackers, marie, stick, dan cookies.

Asosiasi Roti, Mi, dan Biskuit (Arobim) sebelumnya memprediksi penjualan biskuit tahun ini bakal naik sebesar 8%–10% dibandingkan realisasi penjualan tahun lalu. Ketua Umum Asosiasi Roti, Mi, dan Biskuit Sribugo Suratmo menjelaskan, meskipun penjualan biskuit berpotensi tetap naik, ongkos produksi naik seiring depresiasi rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan upah pekerja. “Ongkos produksi kami naik. Tapi kami berharap penjualan sesuai target,” kata Sribugo.

Berdasarkan riset duniaindustri.com, persaingan ketat terjadi di segmen assorted biscuit. Masing-masing produsen mengusung sejumlah merek untuk menguasai pasar. Sedikitnya puluhan merek biskuit bertarung di pasar, antara lain Roma, Monde, Good Time, Danone, Biskuat, Khong Guan, Selamat, Regal, Oreo, Nissin, Better, Tim Tam, Astor, Gery, Marie Roma, Slai O’lai, dan Sari Gandum.

Mayora Indah salah satu pemimpin pasar di industri biskuit memperkuat posisinya dengan mengusung sejumlah merek antara lain Roma Marie Susu, Roma kelapa, Roma Kelapa Sandwich, Roma Malkist, Roma Malkist Abon, Roma Malkist Seaweed, Cream Creakers, Danisa, Royal Choice, Better, Muuch Better, Slai O Lai, Slai O Lai Twice, Sari Gandum, Sari Gandum Sandwich, Coffeejoy, Chees’kress.

Mayora dengan biskuit Roma menjadi pemimpin pasar di segmen biskuit ukuran kecil dengan estimasi pangsa pasar 33,5%, disusul Khong Guan 11,8%, dan Oreo 4,1%, menurut penelusuran data duniaindustri.com. Namun, di segmen biskuit ukuran besar, Khong Guan lebih unggul dengan pangsa pasar 36%.

Di segmen wafer, Tango produksi Grup Orang Tua memimpin pasar dengan penguasaan 27%, sedangkan Gery produksi Garudafood memegang pangsa 14%.

Pasar Makanan
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memperkirakan nilai total penjualan produk makanan dan minuman pada 2015 menembus Rp 1.000 triliun. Meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan masyarakat middle class income, membaiknya proyeksi perekonomian yang disertai peningkatan daya beli masyarakat, serta pesatnya gerai ritel modern menjadi pendorong permintaan industri makanan dan minuman.

Data BPS menunjukkan, selama 10 tahun terakhir, rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan dan minuman sebesar 51% dari total pengeluaran. Sementara studi AC Nielsen menunjukkan 48% dari total belanja middle class income di Indonesia adalah untuk fast moving consumer goods (FMCG), terutama makanan dan minuman.

Menteri Perindustrian Saleh Husin menjelaskan industri makanan dan minuman terus mencatatkan pertumbuhan positif meski perekonomian nasional melambat. Pada semester I 2015, pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 8,46%. “Pertumbuhan industri makanan dan minuman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,27% pada semester I 2015,” kata Menperin.(*)

Sumber: di sini